Ketika Soekarno Melawat Palangka Raya

Januari 08, 2017

"Jadikanlah Kota Palangkaraya sebagai modal dan model" - Ir Soekarno

Apa yang terlintas dibenak Soekarno saat pertama kali menginjakkan kaki di Kota Palangka Raya?

Alkisah, bermula dari keinginan menjadikan Indonesia tidak Jawa sentris, Soekarno merencanakan untuk memindahkan ibukota NKRI ke luar Jawa agar terjadi percepatan pembangunan di luar Jawa. Saat lawatannya yang pertama kali ke Palangka Raya, ia merasa bahwa kota ini sangat cocok dijadikan Ibukota mengingat lokasinya yang strategis. Pertama, karena Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia dan letaknya berada ditengah-tengah. Kedua, secara geografis lebih aman dari potensi bencana alam karena tidak ada gunung berapi maupun patahan lempeng bumi yang dapat menimbulkan gempa maupun tsunami. Melihat peluang tersebut, pada 17 Juli 1957 dibuatlah Monumen untuk meresmikan Kota Palangka Raya sebagai ibukota Kalimantan Tengah dan sejak saat itu setiap tanggal 17 Juli diperingati sebagai hari terbentuknya Kota Palangka Raya.

Namun kenyataanya, keinginan itu tak pernah terwujud. Batalnya Palangkaraya menjadi ibukota RI disebabkan oleh sulitnya pengadaan bahan bangunan dan medan yang masih sangat sulit menuju kota Palangkaraya (saat pembangunan tahun 1957-1959). Kemudian Wijanarko (2006) mengungkapkan tiga aspek yang menyebabkan keinginan Soekarno itu mustahil diwujudkan. Pertama, Kota Jakarta sebagai pusat kegiatan telah dibangun dan dikembangkan lebih dulu oleh pemerintah kolonial Belanda yang kemudian memaksa Soekarno untuk meneruskan program-program pembangunan seperti Jakarta by Pass, Jalan Tanjung Priok-Cililitan, Jalan Cawang, Lapangan Terbang Kemayoran, Jembatan Semanggi, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, Masjid Istiqlal dan Monumen Nasional. Kedua, adanya desakan dari duta besar dari negara berpengaruh saat itu, Amerika (Hugh Cumming Jr.) dan Rusia (DA Zukov), untuk tetap memilih Jakarta sebagai Ibukota RI. Ketiga, ambisi Soekarno  untuk melibatkan Indonesia dalam percaturan politik dunia mendorong dibuatnya agenda-agenda berskala internasional seperti Asian Games (1962), Ganefo dan Konferensi Wartawan Asia Afrika. Tentunya hal tersebut dibarengi dengan proyek pembangunan yang fantastis seperti, Gelora Bung Karno, Bundaran HI, Monumen Nasional, yang digunakan untuk menunjang berbagai kegiatan tersebut dengan dana yang tidak sedikit.

Tugu Soekarno Palangkaraya (Foto hasil jepretan Nong Tangerang Selatan 2016 @lispratiwii)

Seperti layaknya kota-kota di Kalimantan, Kota Palangkaraya dilewati oleh sebuah sungai yang sangat panjang! Adalah Sungai Kahayan, salah satu sungai terpanjang di Pulau Kalimantan. Memiliki luas mencapai 81,648 km2, panjang 600 km, lebar 500 meter dan kedalaman mencapai hingga 7 meter. Sungai yang membelah Kota Palangkaraya ini juga biasa disebut dengan sungai Biaju Besar atau sungai Dayak Besar (http://www.getborneo.com/susur-sungai-kahayan/). Ketika Soekarno datang ke Palangkaraya, Sungai Kahayan pun menjadi salah satu perhatiannya karena letaknya tepat berada di depan Tugu Soekarno kini. Ia membayangkan Sungai Kahayan ini bila dikelola dengan baik akan menjadi seperti Kota Venesia di Italia, karena saat itu banyak terdapat perahu sebagai sarana transportasi maupun sarana berniaga penduduk sekitar. Tak heran jika Soekarno sempat berkata demikian:

"Janganlah membangun bangunan di sepanjang tepi Sungai Kahayan. Lahan di sepanjang tepi sungai tersebut, hendaknya diperuntukkan bagi taman sehingga pada malam yang terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu indah pada saat orang melewati sungai tersebut" (Wijanarko, 2006)

Saat saya berkunjung ke Palangkaraya pada tahun 2014 lalu, nampaknya keinginan Soekarno tersebut tidak terlalu berjalan mulus, karena di sepanjang tepi Sungai Kahayan yang melewati kota Palangkaraya, saya melihat berbagai macam bangunan yang dibangun mulai dari bangunan kayu sampai bangunan permanen. Walau demikian, jika kalian berkunjung ke Palangkaraya, rasanya tidak lengkap jika tidak mengunjungi Sungai Kahayan ini. Pusat wisata Sungai Kahayan di pusatkan di daerah Tugu Soekarno di depan Gedung DPRD Palangkaraya. Terdapat taman, restoran, maupun ampitheatre di kawasan ini. Saat pagi sampai sore kalian bisa merasakan sensasi susur Sungai Kahayan dengan perahu-perahu yang telah disediakan, di sepanjang perjalanan kita masih bisa melihat hutan dan rawa khas kalimantan, dan jika beruntung, bisa bertemu hewan-hewan endemik disana! Ketika sore menjelang, kawasan Tugu Soekarno yang tadinya tidak terlalu ramai berubah menjadi gegap gempita. Beragam pedagang berdatangan dan lampu kerlap-kerlip menghiasi tempat tersebut. Masyarakat pun berdatangan ketempat ini untuk melepas lelah, mulai dari anak remaja hingga orang tua, menikmati beragam jajanan sambil memandangi gagahnya Jembatan Kahayan yang berdiri diatas Sungai Kahayan.

Jembatan Kahayan di Atas Sungai Kahayan


Perahu yang digunakan untuk Susur Sungai Kahayan (Foto hasil jepretan Nong Tangerang Selatan 2016 @lispratiwii)

Mungkin akan lain ceritanya jika Kota Palangkaraya ini benar-benar menjadi ibukota Indonesia. Terlepas dari itu semua, saat ini sisa-sisa pemikiran Soekarno dapat dijumpai di kota Palangkaraya. Selain Tugu Soekarno dan cerita tentang Sungai Kahayan, Kota Palangka Raya ini memiliki pola ruang konsentris (terpusat) dimana pusat kota berada di tengah dan disekelilingnya merupakan pemukiman dan memanfaatkan segala potensi alam yang ada, utamanya pemanfaatan Sungai Kahayan. Konsep ini yang disebut Wijanarko (2006) sebagai konsep Cosmic City, yaitu kota yang dibangun menyatu dengan alam disekitarnya. Selain itu di beberapa ruas jalan protokol Kota Palangka Raya, jalan yang dibangun sangat lebar. Tujuan awalnya untuk mengantisipasi kemacetan yang terjadi seiring pertambahan kendaraan jika Kota Palangka Raya benar-benar menjadi Ibukota. Pada perkembangannya saat ini, jumlah penduduk dan kendaraan di Kota Palangkaraya tidak terlalu banyak, sehingga ketika kita melewati jalan yang sangat lebar tersebut akan terasa sangat lengang.

Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemindahan ibukota RI ke Palangka Raya sering di dengung-dengungkan. Alasannya karena Jakarta semakin padat dan over-capacity. Andai saja lawatan Soekarno ke Palangka Raya terjadi disaat Indonesia tidak sedang mengejar ambisinya dalam percaturan politik dunia. Barangkali kita akan dapati Ibukota yang bebas banjir, dikelilingi hutan hujan tropis, plus dialiri Sungai Kahayan yang cantik!

 

Next Journey: Salah satu penangkaran Orang Utan terbesar ada di Kota Palangka Raya lho! Mau tau ceritanya? Tunggu cerita berikutnya ya! :)


You Might Also Like

0 komentar