Langit: Perantara Hujan Matahari

April 19, 2015


        
          Perkenalkan, aku adalah Langit. Tempat bersemayam Hujan dan Matahari. Aku memang susah di tebak. Aku juga menyebalkan. Terkadang, aku menjadi Matahari yang dengan jahatnya menjadi terik. Matahari yang menyebabkan sawah mengering dan tumbuh-tumbuhan lainnya meranggas. Terkadang, aku adalah hujan yang ditunggu-tunggu banyak orang, hujan yang turun setelah kemarau panjang, hujan yang turun ketika sawah pak tani kering kerontang. Aku pun tidak bisa menjadikan hujan dan matahari datang bersamaan. Karena Hujan dan Matahari tidak bisa disatukan. Tidak akan ada hujan sebelum matahari menghilang. Tidak akan terasa sinar matahari, jika masih ada hujan yang berkuasa. Bagaimana dengan ide untuk menjadi pelangi? Ah, aku enggan menjadi pelangi. Pelangi hanya refleksi bulir-bulir air yang terbius sinar matahari. Indah memang, tapi semua itu semu. Pelangi datang sekejap, setelahnya hilang tanpa jejak. Sekali lagi, aku memang susah ditebak.
 
            Hai Bumi! Kuharap perkenalan ku diatas memberikan kesan yang baik padamu. Aku memang tidak bisa memuaskan semua orang. Karena aku bukan alat pemuas. Sedari awal kuingatkan padamu, jangan terlalu berharap padaku, jangan menggantungkan hidupmu padaku. Aku memang tidak bisa melindungimu dikala hujan deras ataupun panasnya sinar matahari. Karena aku hanyalah langit. Perantara Hujan dan Matahari dengan Bumi.

            Bumi, walaupun aku hanya perantara, tapi aku akan memastikan bahwa Hujan dan Matahari akan menjangkau seluruh lapisan wilayahmu. Aku akan memastikan sinar matahari akan sampai padamu. Aku juga akan memastikan bahwa hujan cukup untuk menyemai mimpi-mimpimu, menjadikannya tumbuh dengan kualitas air yang terbaik dan penyinaran yang tepat. Otoritasku kini hanyalah itu, aku tidak bisa berbuat lebih, karena aku hanyalah langit. Perantara Hujan dan Matahari dengan Bumi.

            Bumi, aku ini hanyalah perantara. Jadi jangan paksakan hujan dan matahari datang lebih mendekat. Kau pasti sudah khatam ilmu bumi bukan? Bumi memang membutuhkan matahari, mereka ada untuk saling menggenapkan. Mereka rela berjauhan demi menjaga eksistensi mereka di dunia. Mereka tidak akan pernah mau berdekatan karena mereka akan saling membinasakan. Pun, sebagai langit, terkadang aku tidak kuat membendung sinar matahari yang datang kepadamu. Aku punya lapisan ozon. Lapisan ozon yang dari dulu kujaga dengan sangat baik. Lapisan ozon yang melindungi bumi dari beragam sinar berbahaya. Lantas jika kau ingin Matahari datang mendekat, apa kau tega melihat lapisan ozonku yang selama ini kujaga rusak?

            Bumi, lantas bagaimana dengan Hujan? Apakah kau ingin Hujan juga datang mendekat? Apakah kau ingin ditemani hujan dari pagi hingga petang menjelang? Apakah kau tidak merasa bosan dengan kedatangan yang datangnya bisa ditebak? Gerimis sesaat memang terasa menyenangkan, tapi bagaimana jika porsinya menjadi hujan lebat? Yang datangnya setiap saat? Apakah rasanya masih tetap sama? Kau pasti mengerti bahwa nilai marginal akan mencapai titik equilibrium jika jumlahnya tepat, jika berlebihan? Maka akan terjadi penurunan kepuasan. Aku tidak mau seperti itu. Aku tidak mau mempersilahkan hujan datang setiap saat padamu. Aku tidak mau bumi menjadi banjir.

            Bumi, diantara kita memang tercipta samudera. Samudera yang menjadi garis batas diantara kita. Dengan cara apapun, kita tidak akan bisa melewati garis itu. Kecuali kalau kamu mau menungguku, menungguku untuk waktu yang sangat-sangat lama. Menyiapkan segala sesuatu yang bisa kupergunakan untuk mengarungi samudera. Memutus garis yang tadinya neraka menjadi surga.

            Bumi, akan tiba suatu masa ketika langit tidak hanya bisa menjadi perantara. Dia bisa menyatu dengan bumi menjadi udara yang jaraknya bisa sangat dekat. Sekali lagi, kalau bumi setia menunggu. Diperlukan waktu yang sangat lama bagi langit untuk berkondensasi menjadi udara bumi yang hangat menyejukkan. Lagipula, tidak ada kepastian bagi udara akan menyatu di belahan bumi yang mana. Bisa saja pada bumimu, bisa saja bukan. Semuanya misteri. Hanya waktu yang bisa membuktikan.

            Bumi, yang bisa kamu lakukan saat ini hanyalah memandang langit. Percuma menyuruhku datang ke bumi, karena bentuk ku belum nyata. Aku hanyalah panorama yang hanya bisa kaulihat, tapi tidak bisa kaurasakan bentuknya. Aku hanyalah sosok imajiner yang tidak bisa membantumu apa-apa. Jika kau memang benar-benar menginginkanku, carilah aku dalam pintamu di sepertiga malam saat Tuhan turun ke Bumi. Mintalah agar kau diangkat menjadi penghuni langit. Dengan begitu kita tak lagi berjarak. Tak akan ada lagi sekat yang menghambat. Tak akan ada lagi Hujan dan Matahari yang datang hanya untuk singgah.

Bantul, 19 April 2015
Pukul 01.34, Sesaat setelah hujan reda.

You Might Also Like

0 komentar