Interfaith Youth Forum 2014: Merayakan Perbedaan

Februari 22, 2015

Pagi! Selamat menyambut minggu terakhir di bulan februari!

Sebetulnya banyak tulisan yang mengendap di draft, tapi terkadang baru nulis ada aja godaan yang berakhir males untuk ngelanjutin tulisannya. Salah satunya ini, daripada mubadzir mending dilanjutin aja. Here we go...

Bulan November 2014 adalah bulan bersejarah bagi saya, karena untuk pertama kalinya dalam hidup saya berhasil menyambangi Pulau Kalimantan, tepatnya di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kebetulan saya bersama 3 orang kawan saya menjadi delegasi UGM dalam acara Interfaith Youth Forum 2014. Forum pemuda lintas agama yang dihadiri beragam pemuda dengan berbagai latar belakang di Indonesia. Didalamnya berisi tentang diskusi yang berkaitan dengan isu-isu agama dengan harapan menumbuhkan bibit-bibit perdamaian antar pemuda di Indonesia.

Ada yang pernah bertanya kenapa saya tertarik mengikuti acara seperti ini, lantas sebenarnya ini acara apa? Baiklah kurang lebih ini jawabannya:

Credit: @lispratiwi
Pertama, Kebanyakan orang beranggapan bahwa masalah agama sebaiknya menjadi konsumsi pribadi saja, apalagi jika kaitannya dengan masalah perbedaan agama. Diskusi-diskusi tentang perbedaan agama sebaiknya tak usah dilakukan, atau jika memang terpaksa, lakukanlah di forum kecil dan tertutup. Karena isu SARA ini memang sensitif, daripada salah omong dan persahabatan rusak, mending dipendam saja. Begitu kata mereka. Ada juga yang bilang bahwa jika kamu ikut acara seperti ini nanti keimananmu goyah, atau kamu menjadi atheis karena ternyata semua agama sama saja. Justru, kamu-kamu harus pernah terlibat dalam forum seperti ini. Perbedaan-perbedaan itulah yang justru akan memperkaya dirimu. Dialog antaragama, khususnya bagi pemuda di Indonesia, sudah selayaknya diadakan secara terbuka. Karena sejatinya, keragaman di Indonesia adalah sebuah keniscayaan yang menjadi anugrah bagi bangsa ini. Dialog ini merupakan bentuk toleransi yang paling sederhana sehingga bisa saling mempersatukan kita sebagai suatu kesatuan yang utuh. Karena perbedaan hadir bukan untuk diseragamkan, perbedaan hadir untuk saling menguatkan.

Kedua, ada yang dinamakan prasangka. Terkadang kita sering sekali men-judge sesuatu hanya dari tampilan luarnya saja. Kita tidak pernah menelusuri motif dan alasan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Terkadang kita perlu tau mengapa Umat Hindu memakai bunga dalam upacara mereka, Umat Buddha dengan dupa wewangiannya, atau Umat Nasrani dengan nyanyian-nyaian merdunya. Karena tanpa motif yang menjadi dasar keimanan mereka, tentunya hal-hal tersebut tidak akan mereka lakukan. Karena kita diajarkan untuk bertoleransi dibidang akhlak dan bukan aqidah, justru saya semakin mengimani dan meyakini bahwa ternyata Islam adalah satu-satunya agama yang dirahmati Allah setelah mengetahui beragam motif yang mendasarinya.

Ketiga adalah masalah sudut pandang. Kita hidup di negara yang mayoritasnya beragama Islam, dan alhamdulillah kita menjadi bagian di dalamnya. Terkadang kita perlu tau apa yang ada di benak mereka. Kita juga perlu tau bagaimana mereka memandang setiap masalah yang ada. Pendekatan-pendekatan apa yang harus dilakukan. Hal inilah yang akan memperkaya sudut pandang kita dalam melihat sebuah fenomena dan bagaimana dalam menyikapinya. Kita jadi lebih terasah kepekaaanya dan menjadi lebih dewasa dalam bertindak.

Keempat, berani bertanya dan berpendapat. Ini faktor yang penting. Disini saya terlibat dialog yang aktif dan mendalam dengan para pemuka agama dan kawan-kawan dari berbagai latar belakang agama yang berbeda. Disini merupakan kesempatan emas bagi saya untuk mengkonfirmasi apa yang pernah saya baca, saya dengar, ataupun saya lihat tentang sebuah agama. Contohnya saja, ketika ada seorang biksu buddha sedang menjelaskan ajaran-ajaran universal tentang buddha, saya mendengarkan dengan seksama. Bahkan ketika selesai, saya secara personal bertanya kepada beliau dan menuntaskan rasa keingin tahuan saya tentang buddha. Atau ketika saya dimintai pendapat tentang FPI oleh seorang kawan Nasrani di dalam bis, sebisa mungkin saya memberikan jawaban yang realistis dan tidak menyinggung mereka maupun merendahkan martabat islam itu sendiri. Keberaniaan dalam mengungkapkan, itulah poin penting disini.
Sebetulnya masih banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari keikutsertaan saya dalam acara kali ini. Secara garis besar, keempat poin tersebut yang seharusnya menjadi noticed bagi kita semua. Setelah acara ini usai, banyak hal yang bisa saya refleksikan. Ternyata Indonesia ini merupakan bangsa yang benar-benar kaya. Kaya dalam bidang apapun. Perbedaan yang ada pun seharusnya menjadi anugerah yang harus kita syukuri. Sudah selayaknya kita merayakan perbedaan dengan hal hal yang positif. Perbedaan ada untuk saling menggenapkan, bukan untuk saling menjatuhkan.

Akhir kata,

Wassalamualaykum.
Om Swasti Asthu.
Syalloom.
Namo Buddhaya.

You Might Also Like

0 komentar