Paspor: Wujud Nyata Visualisasi Mimpi

November 03, 2014

source: pcplus.co.id
Sejak awal masuk SMA, saya pernah memiliki cita-cita untuk menjadi seorang diplomat. Sejak itu pula cita-cita besar nan utopis saya untuk bisa keliling dunia selalu menggema-gema. Dan sejak itu pula, saya ingin sekali punya paspor sendiri. Entah kenapa rasanya keren saja buku hijau nan sakti itu, bisa menjadi "alas kaki" bagi kita untuk mengunjungi berbagai tempat di dunia. Walaupun cita-cita menjadi diplomat kini kandas tak berbekas, cita-cita untuk memiliki paspor itu masih tetap ada.

Dan setelah hampir 2 tahun meninggalkan bangku SMA, akhirnya sekarang saya punya paspor sendiri! Uyeah~



Lantas saya tiba-tiba terpikirkan percakapan imaginer yang absurd tentang paspor ini:

Emang mau kemana bikin paspor segala?

Nggak tau.

Lha terus tujuannya bikin paspor kalo ga mau kemana-mana apa?

Sugesti. Sekedar buat sugesti aja.

Dih, emang bisa apa paspor buat sugesti? Sugesti apaan?

Ya sugesti aja kalau suatu saat paspormu itu bakalan dipake terus, capnya bakalan ada dimana-mana, berlembar-lembar, dari negara yang beda-beda.

Ah, kebanyakan ngimpi kamu!

Biarin! yang penting permen mintz  namanya juga mimpi, suka-suka dong! Ah elah ribet amat sih tanya-tanya segala!!

Ya, begitulah. Tujuan bikin paspor ini semata-mata untuk memenuhi cita-cita sewaktu SMA yang belum kesampaian. Kurang intelek ya? Ya emang gitu sih.

Ngomong-ngomong soal sugesti, mungkin ada benarnya juga lho. Kalau kita pernah membuat yang namanya lifeplan -baik yang ditulis secara serius atau main-main aja ada baiknya juga kita visualisasikan mimpi-mimpi kita. Disebutkan dalam sebuah artikel bahwa dengan kita memvisualisasikan mimpi-mimpi kita, akan meledakan motivasi dan potensi kita untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi tersebut. Teman-teman saya ternyata sudah banyak yang melakukan ini, entah itu berhasil atau tidak tapi rasanya seru juga untuk dicoba. Carannya pun beragam, bisa dengan membuat video (contohnya banyak di youtube), bisa dengan menggambar mimpi-mimpi kita, atau menghias dinding kamar dengan beragam pernak-pernik yang berkaitan dengan impian-impian kita. 

Kalau saya, punya paspor saja rasanya impian saya sudah terwujud sebagian. Kenapa? Karena buat paspor merupakan bagian dari visualisasi mimpi saya yang wujudnya konkrit, bisa dipegang, bisa diraba-raba. Rasanya saya siap menjelajahi setiap sudut bumi dengan paspor yang saya miliki. Hihi, agak norak emang.

Paspor ini bisa jadi sugesti, sugesti biar saya terus aktif dan kreatif cari cara biar bisa ke luar negeri secara halal. Bisa jadi penyemangat juga, soalnya kan bikin paspor nggak murah jadinya buat penyemangat biar paspornya dipake alias dicap sana-sini jangan dianggurin. 

Dan pada akhirnya sugesti-sugesti itu bisa membuka tabir-tabir mimpi yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka. Ini beneran! Saya mengalaminya. Halah. Jadi ceritanya, sebelum punya paspor saya mencoba berbagai acara yang memungkinkan saya bisa going abroad gitu, tapi ya seperti yang sudah-sudah, saya gagal. Kemudian, di percobaan pertama setelah punya paspor, apa yang terjadi saudara-saudara? Saya lolos konferensi di Manila, Filipina! Sehebat itukah kekuatan visualisasi mimpi?

Tapi ternyata, biaya transportasi dari dan ke tempat tujuan ditanggung oleh peserta. Seperti biasa saya kalah oleh faktor ini. Mau ngajuin sponsor juga waktunya pasti nggak cukup, soalnya deadline ngirim bukti pembelian tiketnya cuma seminggu dari tanggal pengumuman kelolosan. Tujuannya sih biar panitianya tau yang beneran serius mau berangkat siapa aja. Yah, mungkin memang belum rejekinya, saya memutuskan untuk tidak berangkat.

Tapi ternyata hikmah dibalik kegagalan ini banyak banget yang bisa diambil. Berkat ini, saya bisa ngobrol banyak sama kakak kelas yang sempat ke London seputar tata cara pembuatan proposal sponsorship, mulai dari format nulisnya, sampai ke instansi-instansi yang bisa diambil uangnya. Terus juga, ternyata kegagalan saya tersebut diganti Allah dengan kesempatan untuk mengunjungi salah satu pulau terbesar di Indonesia yang belum pernah sekalipun saya kunjungi! Aseeek~(ceritanya nyusul aja yang ini, hihi). Dan yang bikin tambah senang lagi, berkat acara ini saya dipertemukan dengan kakak kelas dari fakultas sebelah yang sudah 3 kali proposal pengajuan dananya di setujui Dirmawa! Dalam acara ini pun, dia juga nggak segan-segan mengajak saya untuk meminta dana ke dirmawa lagi. Akhirnya saya bisa punya kesempatan learning by doing menyusun proposal sponsorship. Saya serasa di privat tentang tata cara pengajuan dana ke dirmawa karena sejak awal saya terlibat dalam proses pengajuanya. Mulai dari menulis profil diri, menulis latar belakang, menyusun rencana anggaran, hingga proses yang paling lama dan menguras emosi, ngemis hunting tanda tangan ke dosen-dosen! Jangan kira prosesnya secepet dan segampang nulisnya disini. Sumpah, kalo mentalmu nggak kuat, mending nggak usah aja deh! Daripada sakit ati. Haha 

Ilustrasi saya diatas mungkin nggak ada apa-apanya bagi sebagian orang. Saya juga merasa kalo saya masih butiran debu dan juga remah-remah gorengan tempe di jurusan. Pun kalo mau dibandingin sama orang lain, saya mending mlipir aja deh. Disini saya cuma mau bilang kalau mimpi yang tidak diperjuangkan selamanya hanya akan menjadi angan semata. Kalau dalam kasus saya sih, mungkin paspor inilah yang bisa menjadi jalan pembuka bagi saya untuk mewujudkan mimpi-mimpi saya yang masih berserakan. Harus diakui bahwa proses menuju kesana pasti sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Yaa, tinggal kitanya aja sih mau sabar apa enggak. Gitu aja sih.

Jadi, berani memvisualisasikan mimpimu?

You Might Also Like

1 komentar