When Preparation Meet Opportunity
April 02, 2014
Lagi-lagi pengalaman nyaris-able kembali terjadi. Ini bermula
ketika saya iseng-iseng mencoba mendaftar sebuah konferensi di bulan Februari
lalu. Waktu itu saya dengan sepenuh hati mengisi formulir dan menjawab berbagai
pertanyaan dalam bentuk essai yang menjadi syarat mengikuti konferensi.
Lantai 3 Perpustakaan Fakultas Teknik menjadi saksi bisu sekaligus penyedia
jaringan internet yang cepat dan gratis bagi saya yang fakir quota ini. Singkat
kata, syarat-syarat sudah terpenuhi dan
sudah terkirim, tinggal menunggu kabar. Kalau lolos, saya berangkat ke Bandung.
Hasilnya? Saya gagal.
Walaupun saya sudah cukup sering menulis formulir/aplikasi,
baik untuk keperluan mendaftar beasiswa, organisasi, maupun oprec kepanitiaan, nyatanya itu belum
cukup. Masih saja ada kurang
disana-sini. Hikmah kegagalan ini, saya banyak belajar, khususnya secara
teknis, tentang bagaimana seharusnya menulis aplikasi yang baik, yang menjual
kepada para juri, mendapatkan feel
dari aplikasi yang kita tulis, tentang cara menunjukan potensi, bukan kesombongan
diri. Karena menulis hal-hal seperti ini butuh seni tingkat tinggi. Kita
dituntut untuk mengetahui manusia jenis apa yang dicari oleh para penyeleksi. Darisitu kita bisa meyesuaikan gaya tulisan
kita supaya sesuai dengan yang mereka harapkan.
Berbekal kegagalan pertama, di percobaan kedua saya mencoba
mendaftar pertukaran mahasiswa Indonesia-Thailand. Nekat? Biarin, yang penting permen
mintz. Disini saya mulai lagi menulis
aplikasi, memaparkan opini-opini saya yang tertuang dalam essai ratusan kata.
Memperbaiki CV agar enak dibaca, elegan, dan tidak terkesan show-off.
Hasilnya? Saya lolos ke tahap wawancara!
Dari hampir seribu mahasiswa se-Indonesia yang mendaftar
program ini, saya masuk 140 besar! Tentu saja saya senang, karena aplikasi yang
saya tulis dinilai “cukup pantas” untuk menjadi seorang exchanger yang mereka cari. Setelah wawancara selesai, seminggu
kemudian saya membaca pengumuman yang menyatakan bahwa saya gagal berangkat ke
Thailand bersama 40 kandidat yang diterima.
Gagal lagi.
Pertengahan bulan maret, saya melakukan percobaan ketiga.
Kali ini saya menulis aplikasi sebuah konferensi yang diadakan di Medan,
Sumatera Utara. Seperti biasa essai-essai ratusan kata menjadi poin penting
yang sangat menentukan. Apalagi syarat essai konferensi ini harus berbahasa
inggris Jadilah saya bersahabat karib dengan google translate selama proses
penulisan aplikasi ini.
Hasilnya?
Saya dinyatakan lolos bersama 40 kandidat lain dari 24
Universitas berbeda se-Indonesia! Itu artinya saya berhak berangkat ke Medan.
Memang benar kata orang, nggak ada sukses yang instan, semua butuh kerja keras.
Pintu gerbang ke medan ini terbuka setelah sebelumnya saya mencoba 2 kali
menulis aplikasi, yang satu konferensi, yang satu exchange.
Tapi cerita berkata lain. Angan pergi menuju ke Medan ini
dikalahkan kenyataan bahwa Tiket Pesawat Yogyakarta-Medan PP membutuhkan biaya
2,5 Juta. Tidak murah alias mahal. Konferensi ini memang tidak meng-cover biaya transportasi dari dan ke
tempat acara berlangsung.
Pertanyaan selanjutnya, mau dapet uang darimana? Beasiswa? Sampai
detik ini uang beasiswa belum cair. Cari sponsor? Nggak dapet sponsor, karena
jarak pengajuan proposal dan tanggal keberangkatan sangat dekat. Minta orangtua?
Helllloooo? Siapa kamu? Anak Pejabat? Anak Jendral? Bro, nongkrong di cafe aja
kamu nggak kuat bayar. Saya kalah oleh faktor finansial.
Cerita kegagalan bertubi-tubi ini mengisyaratkan satu hal bahwa janji Allah itu pasti bagi mereka yang berusaha tiada henti. Hanya saja, mungkin waktunya saja yang belum pas. Saya selalu percaya bahwa selalu ada rencana dibalik rencana. Masterplan Tuhan kalo saya bilang. Dalam ilmu PWK, Masterplan atau Master Planning adalah akar dari jenis-jenis Planning lainnya. Kita sebagai hamba hanya bisa mengikuti apa yang sudah digariskan, namun kita masih bisa menggunakan advocacy planning dengan berdoa kepadanya setelah sebelumnya kita telah menyusun daftar mimpi dan permintaan secara rasional komprehensif. Jika semua ini terpenuhi, maka terjadilah collaborative planning. Tuhan dan hamba-Nya saling berkolaborasi. Itu namanya keberuntungan. Bagaimana keberuntungan bisa terjadi? Sederhana saja.
When preparation meet oportunity.
2 komentar
taru, boleh minta contoh CV sama esai yg udah km buat? if you don't mind, please send to nisa.amru@gmail.com
BalasHapusthankyouuu :)
Sudaah. Check your email :)
BalasHapus