Kaleidoskop 2017

Januari 24, 2018

"Hidup ini bagai skripsi, banyak bab dan revisi yang harus dilewati. Tapi akan selalu berakhir indah, bagi yang pantang menyerah." -Alitt Susanto dalam Skripshit: Kisah Sesat Mahasiswa Abadi

Pelepasan Wisudawan Periode Agustus, Perencanaan Wilayah dan Kota UGM, 22 Agustus 2017
Sekiranya itu adalah quote yang pas untuk membuka postingan kali ini. karena yes, skripsi gue udah kelar dan gue udah resmi jadi sarjanahhhhh uwiwuwiwuwiwu~ Awalnya saya berpikir bahwa tahun ini adalah tahun yang gitu-gitu aja karena dari awal hanya fokus mengerjakan skripsi agar bisa lulus tepat waktu, karena sebagai penerima beasiswa pemerintah saya harus berhasil menyelesaikan kuliah saya tepat 8 semester. Sebetulnya bisa saja beasiswa tersebut diperpanjang, namun saya berpikir bahwa alangkah lebih baik jika beasiswa tersebut untuk adik-adik mahasiswa baru saja yang lebih membutuhkan dibanding untuk mahasiswa tua yang karena beragam alasan, tidak dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu.

Kemudian, setelah dipikir-pikir, ternyata banyaaaak banget pelajaran yang bisa di ambil hikmahnya. Satu hal yang menjadi highlight tahun ini adalah saya merasa jadi lebih bisa nrimo dengan apa yang terjadi pada hidup saya, karena pada dasarnya semuanya sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Tugas kita cuma berusaha, masalah hasil semua bergantung kepada-NYA. 

Oke, cukup intro nya. Mari kita runut kebelakang, 2017 ngapain aja sih?

Januari
Setelah 2 bulan bekerja di Kantor Urusan Internasional UGM (@oiaugm), akhirnya saya mendapatkan proyek untuk mengurus event besar. Sepanjang karir per-event-an saya dari SMA sampai kuliah, menurut saya ini yang paling besar dan njelimet. Event ini bernama "Nobel Laureate Lecture Series", UGM sebagai host university mendapatkan kesempatan untuk menyelenggarakan kuliah umum oleh 2 penerima Nobel dan kebetulan kantor kami yang menjadi PIC nya. Tim kami adalah tim kecil yang hanya beranggotakan kurang dari 10 orang, dan ditugasi untuk me-lead acara besar lintas direktorat ini. Sebagai anak yang paling bau kencur di tim ini, saya mendapat tugas yang cukup vital, yaitu sebagai koordinator multimedia. Tugas saya mencakup membuat design segala macam publikasi termasuk perizinan pemasangannya, mengurus sistem ticketing online (dari target 3000 peserta, yang datang hampir 4000 yey~) , serta bertanggungjawab untuk berkoordinasi dengan DSDI (Direktorat Sistem dan Informasi) menyediakan koneksi internet yang mumpuni di GSP karena akan dilakukan live streaming. 

Februari
Awal bulan sangat hectic dan mendebarkan mengingat acara Nobel diadakan tanggal 10 Februari. Beberapa kali saya ikut rapat lintas direktorat yang tidak jarang dihadiri oleh Bu Dwikorita (Rektor UGM saat itu). Saat hari H, saya bertanggungjawab terhadap proses registrasi tiket masuk dan ketersedian akses internet cepat (local hotspot) mengingat hotspot UGM di area GSP kurang kuat untuk menunjang live streaming. Saya menggunakan aplikasi Eventbrite sehingga untuk masuk ke venue (GSP) tiket peserta harus di scan dulu barcode nya agar dapat terverifikasi dan mendapat akses masuk ke GSP. Untuk itu saya harus mobile mengingat terdapat empat pintu masuk agar tidak ada trouble saat check-in dan mempercepat proses masuk ke venue. Rundown sangat strict karena terdapat agenda tambahan berupa penyematan gelar Honoris Causa kepada kedua pembicara tersebut. Sampai tengah hari tidak ada kendala yang berarti, registrasi aman, live streaming juga lancar, hingga masuk ke acara inti yaitu public lecture. Pada saat Dr. Sir Richard J. Roberts, penerima Nobel Kedokteran tahun 1993, memulai presentasinya, ada sedikit masalah dengan pointer nya. Pada saat itu saya langung di WA Pak Bos untuk mencari pointer baru yang lebih bagus (berapapun harganya) dan saya harus dapat dalam waktu kurang dari 1 jam sebelum pembicara berikutnya naik panggung. Setelah berputar-putar hampir 4 toko komputer berbeda di dekat UGM, akhirnya saya mendapatkan pointer sesuai spesifikasi dengan harga yang lumayan mahal untuk sebuah pointer. Setelah dapat, saya langsung berikan kepada Pak Bos sembari harap-harap cemas apakah pointer tersebut akan berfungsi dengan baik atau tidak. Ternyata pepatah jawa yang mengatakan "ono rego ono rupo" memang benar adanya, pointer mahal tersebut menyelesaikan tugasnya dengan baik tanpa ada kendala apapun.

Maret
Memasuki bulan Maret, saya sadar bahwa saya BELUM MULAI MENGERJAKAN SKRIPSI LAGI setelah terakhir kali presentasi proposal bab 3 di akhir Desember 2016. Saya belum revisi lagi, belum survey, dan sampai bulan ini bahkan saya belum bimbingan lagi ke Dosen Pembimbing. Awalnya saya biasa saja, tapi melihat teman-teman dekat mulai sidang satu per satu dan ada yang bisa lulus bulan Mei, membuat saya agak gemas juga. Namun masalahnya adalah saya belum mood sama sekali untuk menulis. Lantas apa yang saya lakukan? Alih-alih mengerjakan saya malah backpacker-an ke Cirebon! Selama seminggu itu saya benar-benar memanfaatkan untuk "membahagiakan diri sendiri" dan juga berkontemplasi. At this point, i believe that travelling could help you to find better version of yourself. Although it cannot solve your problems, but travelling makes you wiser and challenge your life perspective.

April
Sepulang dari Cirebon saya berkomitmen untuk mengerjakan skripsi. Fokus saya bulan ini hanya satu, skripsi, titik. Saya menghitung-hitung kemungkinan untuk bisa lulus bulan Agustus, paling tidak saya harus sidang bulan Mei, atau paling tidak bulan Juni, agar Juli bisa yudisium dan diwisuda bulan Agustus. Itu artinya saya hanya punya waktu 2 bulanan sebelum sidang. Ngerjain skripsi teknik cuma 2 bulan, emang bisa? BISA! Saya buktinya wkwk. Skripsi saya merupakan skripsi perencanaan, tipe skripsi yang banyak dihindari karena memerlukan lebih banyak komponen yang harus dikerjakan dibandingkan skripsi penelitian. Sadar harus mengejar ketertinggalan dan banyak hal yang harus dibuat, saya mengerjakan skripsi ini siang-malam tak kenal waktu. Apalagi saya juga harus menyisihkan waktu untuk bekerja setiap harinya. Belum lagi ada event-event lain dimana saya jadi panitianya. Jadi bebannya tidak hanya skripsi. Disini saya selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan saya ketika saya di kantor, sehingga saya tidak punya "PR" untuk dibawa pulang dan bisa fokus untuk mengerjakan skripsi. Tepat satu bulan akhirnya skripsi saya selesai, dan saya berhak mengikuti ujian pra-pendadaran.

Mei
Setelah ujian pra-pendadaran, saya harus melakukan revisi sebelum diperbolehkan mengikuti ujian pendadaran. Karena revisi saya yang tergolong banyak, jadwal mengerjakan skripsi saya semakin menggila. Waktu tidur pun terpangkas habis. Sehari setidaknya saya cuma tidur 2-3 jam. serius. Pembagian waktunya seperti ini: pagi jam 8 sampai 12 saya kerja, setelah itu mengerjakan skripsi sampai maghrib, lalu istirahat sebentar, jam 7 malam saya mulai lagi sampai subuh, setelah itu tidur sebentar dan jam 8 mulai kerja lagi, begitu terus siklus hidup saya selama dua bulan ini. Karena begadang, makan tidak teratur, ditambah banyak pikiran, membuat saya mencapai level kegendutan hqq selama ini. Tapi yasudahlah, yang penting skripsi selesai. Dan pada akhirnya, setelah melewati 2 bulan yang tidak manusiawi tersebut, pada tanggal 29 Mei 2017 saya mendapat kado yang tidak terduga sebelumnya, yaitu pendadaran. Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus dengan revisi minor.

Juni
Juni adalah bulan nya revisi dan persiapan Yudisium. Setelah revisi selesai saya mulai berburu tandatangan dosen penguji dan pembimbing. Disini adalah proses yang mendebarkan karena kalau revisi kita tidak sesuai, maka dosen tersebut tidak akan memberikan tandatangannya dan kita harus revisi lagi. Ih waw serem :( Tapi Alhamdulillah, saya tidak mengalami hal tersebut dan bahkan saya bisa dapat 3 tanda tangan dosen dalam waktu satu hari. Sebuah keajaiban dan kenikmatan yang tidak semua orang bisa rasakan. Urusan skripsi selesai, setelah itu masih banyak persyaratan administrasi seabrek yang harus diselesaikan untuk bisa yudisium. Akhirnya pada tanggal 21 Juni 2017, saya yudisium dan dinyatakan lulus. Tinggal menunggu wisuda di bulan Agustus mendatang.

Juli
Bulan ini pertama kalinya saya menjadi Liaison Officer (LO) pada acara Summer School di UGM, dan ini menjadi pembuka pengalaman LO-LO berikutnya, karena sampai akhir tahun, total 4 kali saya menjadi LO acara Summer School. Ehehe. Untuk event yang pertama ini bernama "AC21-International Graduate School 2017", program summer school bagi mahasiswa master dan doktoral untuk belajar sustainable development di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Sudah sejak bulan Maret acara ini disiapkan, pada saat pra-acara saya ditugasi untuk membuat design publikasi dan juga membuat sebuah website khusus acara ini. Karena pertama kali jadi LO di event internasional, tentu saya grogi dan nervous jika harus bercakap-cakap dengan bahasa Inggris. Apalagi ketika tahu bahwa saya harus menjemput mahasiswa master dari Jerman dan Mahasiswa Doktoral dari Jepang di Bandara. Sewaktu di perjalanan ke bandara, saya keringat dingin memikirkan mau ngomong apa, apakah bahasa inggris saya baik, apakah cara berbicara saya sopan, dan beragam kekhawatiran lainnya. Setelah bertemu di bandara, ternyata tidak se-seram yang dibayangkan, pembicaraan kami hangat dan cair. Bahkan dalam beberapa kesempatan, tak jarang mereka mengatakan: "Your English is good, do you use English in your daily activity?" Entah itu merupakan basa-basi dalam tata pergaulan internasional atau memang tulus dari hati terdalam, saya tetap menganggap itu sebagai sebuah compliment. Dari situ kepercayaan diri saya untuk berbicara dalam bahasa inggris mulai tumbuh. Saya mulai menikmati setiap pembicaraan yang saya lakukan, dan tidak lagi berpikir apakah bahasa saya sudah bagus atau belum, karena pada dasarnya inti dari sebuah komunikasi adalah saling memahami satu sama lain, bukan dari sisi penggunaan grammar, tenses, maupun lexical resources apalah itu namanya.

Agustus
Saya kembali menjadi LO untuk acara Summer School tahunan milik UGM, "The 9th DREaM International Student Summer Program 2017", pada edisi kali ini saya menjadi LO untuk mahasiswa dari Jepang, China, dan Taiwan. Dalam penguasaan bahasa inggris, saya mendapati bahwa ternyata mahasiswa dari negara tersebut juga.... tidak bagus-bagus amat wkwkw. Tapi lama kelamaan kami mulai bisa memahami satu sama lain dan berkawan karib sampai sekarang. Program dua minggu itu terbilang sukses, karena kami banyak mendapat respons positif dari peserta. Pada akhir bulan, saya akhirnya di Wisuda yang membuat nama saya semakin panjang, Satria Taru Winursita S.T.,

September
Saya mempunyai jeda satu minggu dari acara DREaM ke Summer School berikutnya, "UGM-Tsinghua University Global South Culture Immersion Program 2017" Sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri karena berhasil wisuda sesuai target, saya menghadiahi diri saya sendiri jalan-jalan ke Belitung. Ini pertama kalinya saya menjejakan kaki di Pulau Sumatera. Saya harus mengucapkan terimakasih kepada Traveloka yang membuat perjalanan ini menjadi nyata wkwk. Bagaimana tidak, saya mendapatkan promo Tiket Pesawat PP Jakarta-Belitung + Hotel 4 hari 3 Malam seharga 700ribuan. Negeri laskar pelangi yang dulu cuma bisa saya baca di novel Andrea Hirata, kini ada di depan mata! Sumpah, Belitung indah banget, cuma 2 jam naik pesawat dari Jakarta, harga-harga juga masih bersahabat. Patut dicoba!

Oktober
Bulan ini pertama kalinya sejak wisuda, saya menerima pekerjaan related-to-PWK. Saya menjadi asisten dalam proyek penyusunan masterplan 8 Kelurahan, di Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Dibulan ini rutinitas saya bolak-balik Jogja-Boyolali. Ini pengalaman pertama yang sungguh menyenangkan. Saya berkesempatan untuk melakukan survey bersama warga dan pertama kalinya juga saya memimpin FGD di balai desa bersama masyarakat dan perangkat pemerintahan desa. Disini saya tersadar, bahwa ilmu yang saya pelajari di bangku kuliah, bisa sangat bermanfaat bagi banyak orang. Saya jadi teringat perkataan dosen pembimbing saya, Pak Didik, beliau berkata bahwa menjadi seorang perencana itu mempunyai 2 kemungkinan, bisa mendapat pahala berjamaah, atau sebaliknya, dosa berjamaah, untuk itu harus mengerjakan dengan sungguh-sungguh agar hasilnya baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Ahzeiik. Bulan ini saya juga mengikuti grandfinal pemilihan Dimas Diajeng Kabupaten Bantul 2017 (Duta Wisata). Buat yang ingin berkecimpung dalam dunia model, MC, keartisan, dan showbiz lainnya, sangat cocok untuk mengikuti ajang seperti ini untuk menunjang karir. Kalau buat saya, cukup sudah. Cukup untuk sekedar tahu "isi" dari dunia seperti ini.


November
November menjadi bulan terakhir penyelenggaran Summer School di UGM. Saya kembali mendapat tugas sebagai LO di acara "ASEAN University Network-Youth Cultural Forum (AUN YCF 2017)" kali ini saya menjadi LO untuk 3 universitas berbeda, yaitu: Prince of Songkhla University (Thailand), Ho Chi Min City University Hanoi (Vietnam), dan juga Yunnan University (China). Format acara ini adalah showcase kebudayaan masing-masing negara, jadi mereka diwajibkan untuk menampilkan pertujukan seni dan juga membuka booth untuk mempresentasikan kebudayaan negara mereka. Karena banyak yang harus dipersiapkan, tentu komunikasi diantara kami sangat intens. Saya harus memastikan kebutuhan mereka untuk tampil terpenuhi. Di akhir program saya banyak mendapat kenang-kenangan dari mereka, senang sekali rasanya mendapat teman baru. Sampai sekarang kami masih sering chat satu sama lain.

Desember
Awal bulan, saya mendapatkan proyek pemetaan PKL di Kota Yogyakarta. Sangat menantang dan menyenangkan. Dimulai dengan mengambil foto PKL di 4 Kecamatan, kemudian dilanjutkan dengan melakukan wawancara. Banyak sekali saya mendapat cerita-cerita undercover yet inspiring. Saya sadar bahwa kita bisa belajar dengan siapa saja dimana saja, salah satu nya dengan PKL ini. Kemudian, setelah semua kewajiban pekerjaan saya selesaikan, ada satu hal yang mengganjal bagi saya. Sudah sejak lama saya berniat untuk belajar IELTS secara serius tapi saya selalu gagal karena tugas bertubi-tubi untuk mengurus beragam summer school tersebut. Akhirnya pada akhir tahun, saya memutuskan untuk pergi ke sebuah desa kecil di Jawa Timur, Kampung Inggris Pare, Kediri, sebagai bentuk ikhtiar saya belajar IELTS dengan sungguh-sungguh. Doakan ya.

Waktu terus berjalan dan tak bisa di putar kembali. Saya bersyukur bahwa tahun ini saya bisa belajar banyak hal. Saya tahu bahwa perjuangan saya di tahun 2018 ini tidak akan semakin mudah, tapi justru sebaliknya. Tapi satu yang harus saya yakini, bahwa saya harus selalu melangkah, sekecil apapun itu. Karena pada dasarnya, yang bertanggungjawab terhadap kita adalah diri kita sendiri, bukan orang lain.

Finally, one of the most beneficial and valuable gifts we can give to ourselves in this life: is allowing ourselves to be surprised.

It is okay if life surprises you.

Its a good thing.

So 2018, I am ready to welcome you and wait fot the surprises!


You Might Also Like

0 komentar