Balada Senata Muda: Impian dan Persahabatan
Juli 31, 2013
Tak terasa waktu bergulir dengan
cepatnya, hingga secara tak sadar kurang dari 1 bulan lagi saya sudah memulai
fase baru dalam kehidupan ini, yaitu kuliah.
Oke, langsung saja. Saya akan
bercerita tentang 2 hal fundamental bagi diri kita (atau setidaknya saya)
sebagai manusia muda, apalagi kalau bukan impian dan persahabatan. Hingga kedua
hal tersebut mulai menemui jalan awalnya pada satu kata yang sama, kuliah.
Impian. Semua Berawal dari
impian. Karena impian merupakan langkah awal yang tepat untuk menjadikan diri
kita lebih bahagia dari kita yang sebelumnya. Dengan bermimpi kita lebih
semangat dalam menjalani hari. Merasa lebih ceria ketika bangun tidur, pun
merasa kuat dikala kantuk mendera.
Lalu, bagaimana dengan
persahabatan?
Dulu sekali, saya mengenal
istilah persahabatan di tahun 2008 dari sinetron Sahabat Kepompong SCTV,
ditambah dengan band Sindentosca yang membawakan lagu berjudul sama. Apa
sebetulnya yang dimaksud dengan persahabatanpun masih sangat abu-abu dipiran
saya waktu itu. Hingga saya bertemu dengan dua orang anak manusia, yang
akhirnya membantu saya menemukan makna dari kata persahabatan itu sendiri.
Mereka adalah Yan dan Imam.
Kami memang tidak pernah
mendeklarasikan bahwa kami bertiga adalah sebuah kelompok persahabatan. Terlalu canggung bagi kami untuk mengatakan
hal itu satu sama lain. Tetapi, seakan ada tali yang tidak terlihat, hati kami
tertambat sehingga menciptakan ikatan emosional yang kuat. Pengalaman batin yang beraneka
ragam pun sudah kami rasakan bersama. Mulai dari senang-senang, duka lara,
gundah gulana, berdebat hebat, hingga fase dimana satu sama lain seperti tidak
saling kenal, membeku, dingin. Namun, ketika berbagai masalah itu datang silih
berganti, justru kami saling mengerti, saling memahami, saling mengisi,
dikuatkan dan menguatkan.
Hingga pada suatu hari, di tempat
dan di waktu yang berbeda, kedua orang itu menanyakan hal yang sama kepada
saya, sebuah impian.
Awal tahun 2013 atau Kelas 12
Semester 2 adalah saat dimana saya –diharuskan- membuat sebuah impian. Ya, mau
jadi apa kah saya selanjutnya. Mau berbuat apakah saya setelah lulus dari SMA.
Mau kuliah dimana setelah ini. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu datang dari setiap lawan bicara yang saya temui dan
selalu berputar-putar di kepala saat saya akan terlelap.
Dimulai dari Yan, secara tidak
langsung dialah saksi bisu dalam misi pencarian impian saya. Dia yang selalu
mengamati saya di perpustakaan ketika saya mencari info tentang berbagai macam
jurusan dan kampus di komputer perpustakaan. Dia yang selalu menanyakan jurusan
yang saya pilih setiap bertemu. Dia yang selalu menyindir saya ketika saya
berganti-ganti kenginan dalam memilih. Dan, hal-hal remeh lainnya yang mungkin
tidak penting bagi kebanyakan orang. Dan diantara kami bertiga, Yan merupakan
pemilik tingkat intelegensia yang paling tinggi. Rangking pararelnya selalu di
papan atas, berbeda dengan saya dan Imam, selalu di papan bawah bahkan nyaris
terdegradasi. Tak heran, kalau saya dan Imam selalu berguru pada dia, terutama
pelajaran Fisika karena Yan ini jago sekali di bidang sains tersebut. Apa jadi
nya saya sekarang jika saya tidak bertemu Yan?
Lain Yan, lain pula Imam. Dia
adalah Partner In Crime saya selama belajar
di kelas 3. Kami sama-sama tidak ikut bimbel di lembaga manapun jadi susah
sedih galau dirasakan bersama. Imam ini orangnya kreatif. Dia yang mengajak
saya berguru kemanapun. Mengetuk pintu rumah-rumah orang yang ingin dijadikan
guru. Mengajak teman-teman yang lain untuk belajar bersama. Selalu optimis
dengan hasil latihan UN yang sangat mengerikan nilainya. Ikut berbagai macam
kelas tambahan di sekolah karena nilai-nilai kami yang tidak mencukupi batas
nilai kelulusan UN. Dan, menjadi pengikut setia sekte eyang Yanto. Hehe. Apa jadi
nya saya sekarang jika saya tidak bertemu Imam?
Impian itu bagaikan benih, kau
hanya perlu semangat sebagai pupuknya, usaha sebagai airnya, dan do’a sebagai
cahaya yang menyinarinya. Benih itu akan
tumbuh dan bersemai seiring dengan seberapa besar kau percaya bahwa imipian itu
akan menjadi nyata.
Yan, dalam kesehariannya selalu
bercerita dengan semangat kepada saya tentang Impiannya. Impian yang menurut
orang sangat kuno, tidak bonafit. Bahkan, impian yang –sempat- ditentang oleh
kedua orang tuanya sendiri, yaitu menjadi Guru. Tepatnya Guru Fisika di sekolah
kami tercinta. Dia selalu berujar, “Apa salahnya menjadi guru?” ketika ada
orang yang menjatuhkan impiannya yang sudah susah payah ia bangun.
Lain Yan, lain pula Imam. Imam
tidak pernah menceritakan secara rinci tentang Impiannya. Tetapi, secara
tersirat saya tahu bahwa cita-cita besarnya saat ini, dia ingin menjadi
Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit. Saya tidak tahu kenapa, tapi dia sangat
menggebu-gebu ketika bercerita tentang impiannya. Tentang tawaran beasiswa yang
ia perjuangkan, hingga ikatan dinas yang sudah menunggu di perkebunan kelapa
sawit tersebut.
Lalu, bagaimana dengan saya?
Impian saya sederhana namun cenderung utopis, saya ingin
menjelajah setiap jengkal tanah di Indonesia bahkan di dunia, apapun pekerjaan
saya nantinya. Dengan berbagai pengalaman yang saya temui di berbagai belahan
bumi kelak, akan menjadi cerita yang luar biasa dan warisan rohaniah yang
sangat berharga yang bisa saya bagikan ke anak cucu saya selanjutnya. Namanya juga mimpi, jadi sekalian dibuat tinggi saja.
Awalnya, kami mempunyai obsesi ketika
kami melihat foto kakak kelas kami memakai 3 Jaket Almameter dari berbagai
kampus yang berbeda. Yan terobsesi dengan Jaket biru milik ITB, Imam terobsesi
dengan Jaket Krem milik UGM, dan saya terobsesi dengan Jaket Kuning milik UI.
Mulai dari itu kami berusaha agar kami bisa mewujudkan impian itu. Impian
sederhana untuk bisa berfoto bersama seperti foto itu, kelak dengan 3 Almameter
berbeda.
Dan perjuangan mencari impian
yang kami tempuh dengan cara kami masing-masing itu mulai terlihat jalannya.
26 Mei 2013. Waktu itu, kami
telah menunaikan tugas akhir kami sebagai siswa SMA, yaitu mengerjakan UN.
Nilai UN pun sudah kami terima. Kami Lulus dengan hasil yang memuaskan menurut
kami bertiga. Yan, tentu saja meraih nilai tertinggi diantara kami bertiga, disusul
saya, kemudian Imam. Perjuangan kami sebagai makhluk nokturnal terbayar sudah.
Tetapi kami masih belum bisa sedikit bernafas lega, karena kami belum dapat
bangku kuliah.
Malam harinya, setelah Sholat
Maghrib, hape saya berbunyi tanda ada SMS masuk. Ternyata, sang pengirim SMS
tadi adalah Yan. Isinya singkat, “Gimana Tar hasilnya?”. Ah, saya lupa kalau
hari itu pengumuman SNMPTN Undangan.
Allahu Akbar!!! Setelah saya
lihat nama-nama yang tertera di internet, Kami bertiga lolos SNMPTN Undangan.
Jalan kami dimudahkan oleh Allah, perjuangan kami mencari impian dibayar lunas
saat itu juga! Sungguh, maka nikmat Tuhan-mu manakah yang kamu dustakan?
Kini, kami bertiga sudah memulai
perjuangan baru dalam menjemput impian.
Yan, dengan nilai-nilai yang di
perolehnya, diterima di Institut Teknologi Bandung pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Dia ingin mengambil Jurusan Fisika, agar semakin
dekat merengkuh impiannya, menjadi seorang Guru.
Imam, tanpa disangka-disangka
diterima di Institut Pertanian Bogor jurusan Agronomi. Semakin dekat dengan
perkebunan kelapa sawitnya. Berguru bahasa tumbuh-tumbuhan. Sehingga dia bisa
bertanya kepada rumput yang bergoyang.
Sementara saya, diluar dugaan
dengan nilai-nilai saya yang seadanya, diterima di Universitas Gadjah Mada
jurusan Perencanaan Wilayah Kota. Berharap dengan ilmu yang saya peroleh
disini, bisa mengantarkan saya singgah di berbagai belahan bumi di dunia.
Akhirnya, impian kami berbuah
nyata! Walau impian ITB-UI-UGM kami melenceng sedikit menjadi ITB-UGM-IPB, itu
tidak mengurangi rasa bahagia kami dalam mewujudkan impian itu.
Perjuangan menggapai Impian
memang masih panjang, setelah ini kalian harus pergi ke ranah rantauan
masing-masing. Yan ke Bandung, Imam ke Bogor, dan Saya masih setia di Yogya.
Terimakasih yang setulus-tulusnya saya ucapkan kepada kalian, wahai para
sahabat. Tanpa kalian, saya tidak tahu bagaimana akhir dari perjuangan saya di
SMA ini. Terselip doa di setiap langkah yang kalian ambil disana. Semoga sukses
dan sehat selalu. Doakan juga kawanmu ini ya, semoga mimpi-mimpi yang pernah
terlontar dari mulut ini, tidak hanya menjadi pemanis obrolan belaka, melainkan
bisa berbuah nyata. Amin.
Sampai jumpa di kehidupan kita
yang selanjutnya ya, sahabat!
2 komentar
jadi kepengen bikin cerita ginian juga deh tar, mirip2 sama ceritaku :D
BalasHapuswah, ditunggu deh ceritanya :D mereka udah mau pergi, cuma ini yang bisa ku kasih. hehe
BalasHapus