Tribute to Mbah Maridjan
Oktober 27, 2010
Indonesia kembali berduka, . ,
Banjir Jakarta, Gempa Mentawai, Dan Letusan Gunung Merapi . .
Lalu besok apalagi ???
Oke, Saya tidak ingin membahas tentang kronologi tentang gunung berapi yang sedang menjadi HT (Hot Thread) dimana-mana, namun saya hanya ingin berbagi pengalaman mengenai mbah Maridjan dan gunung merapinya. Waktu itu tanggal 17 september 2010, saya bersama teman-teman yang kebetulan pada waktu itu sedang libur hari raya, jalan-jalan ke Kalikuning, daerah wisata seputaran Kaliurang, Yogyakarta. Kami, layaknya anak muda yang lainya bersenang-senang disana. Nah, kebetulan juga hari itu hari jum’at, tidak terasa jam sudah menunjukan pukul 11.30, kami memutuskan untuk istirahat sekaligus mencari masjid untuk sholat jum’at. Karena saya tidak terlalu paham dengan daerah disana, saya hanya menurut saja kepada teman-teman, lagipula saya cuma dibonceng. Hmm, merekapun membawa saya entah kemana.
Nah, setelah sampai saya pun bertanya, “nang ngendi kie?” (dimana ini). Lalu salah seorang teman saya menjawab, “iki wis tekan omahe mbah maridjan, tar” (ini udah nyampe rumahnya mbah maridjan, tar) Loh, jadi ini rumahnya mbah maridjan, rumahnya terasa sekali jawanya dan juga masih asri waktu itu, di sebelah baratnya berdiri megah sebuah masjid ber-cat orange yang namanya saya lupa. (dasar pelupa !) Waktu itu kami berniat sowan karena waktu itu masih bulan syawal. Namun, kami mengurungkan niat itu karena adzan sudah berkumandang. Oh iya, Rumah mbah maridjan terletak di kawasan kaliadem, dusun kinahrejo, pakem, yogyakarta. (maaf kalau salah, sekali lagi saya memang pelupa).
Lanjut, setelah selesai wudhu saya masuk ke dalam masjid dan duduk mendengarkan khotbah jum’at yang saat itu khotib menyampaikan khotbahnya dengan bahasa jawa yang sangat sangat sangat halus sampai-sampai ilmu saya tidak mencukupi untuk memahaminya. Nah disela-sela khotbah tersebut, saya terkejut melihat sesosok kakek tua renta, namun setelah saya amati lagi, sepertinya saya pernah melihatnya di televisi. “OOOOO . . . jadi itu yang namanya mbah maridjan”, pikirku. Waktu itu beliau mengenakan baju koko atau kemeja berwarna coklat muda dengan sarung khas berwarna gelap. Wah, ternyata bukan hanya aku yang menyadari kedatangan beliau, namun teman-temanku juga (gubrak). Wah pikiranku teralih sesaat . . .
Mbah Maridjan, pribadi yang bersahaja |
Setelah selesai Sholat, kami berinisiatif untuk mengabadikan moment tersebut dengan foto bersama, lumayan waktu itu temen ada yang bawa kamera mahal (DSLR bo . !!!). Oke, strategi pun mulai kami susun untuk dapat “narsis” bersama mbah maridjan.
Strategipun sudah disiapkan,dan akhirnya beliau pun keluar dari masjid tersebut. Kamipun mendapat kesempatan emas berjabatan tangan dengan beliau, setelah berjabat tangan, strategi pun di laksanakan .
Temanku (yang sangat fasih berbahasa jawa) bertanya kepada beliau, “mbah, gadah foto” (mbah boleh foto). “oh, mboten mboten” (Oh, tidak, tidak) entah kenapa beliau menolaknya, apakah beliau sudah merasakan tanda-tersebut tersebut? Saya juga tidak tahu . .
Oke, kami terima. Lagipula, kami maklum beliau pasti memiliki banyak sekali kegiatan daripada hanya melayani makhluk-makhluk gag jelas seperti kami. Ya, setidaknya kami tidak pulang dengan tangan hampa, karena kami sempat berjabat tangan dengan beliau dan dapat membagikan kisahnya di blog ku ini . .
Hmm, itu adalah pertemuan ku yang pertama sekaligus yang terakhir dengan beliau. Kesan pertama yang ku lihat ketika melihat sosoknya yaitu: Beliau sangat ramah kepada orang-orang di sekitarnya, tidak sombong walaupun sudah dikenal banyak orang, dan menurutku beliau adalalah orang yang bijaksana. Satu hal yang ku pelajari dari nya adalah kita harus dapat bertanggung jawab dengan apa yang sudah di amanatkan kepada kita, walaupun itu berat, walaupun itu susah, hingga meregang nyawa sekalipun kita harus dapat menjalankannya. Itulah yang ku lihat pada dirinya, di tengah tengah panasnya debu wedhus gembel beliau tidak gentar, tim evakuasi yang menjemput juga di abaikan. Itu semua untuk apa? Itu karena beliau sangat mengerti dan bertanggungjawab dengan amanahnya, hingga beliau menemui ajalnya oleh wedhus gembel tersebut. Pengorbanannya hanya untuk hajat hidup orang banyak.
Subhanallah, ketika ditemukan mbah maridjan wafat dalam keadaan sedang bersujud. Entah, ada apa di balik itu semua , saya juga kurang mengerti.
Nah, jadi alangkah indahnya INDONESIA ku ini jika para pemimpinnya mau bertanggungjawab dan total dengan amanah yang di embanya, bukan hanya melempar-lempar tanggungjawab kepada pihak lain dan saling menyalahkan satu sama lain. Lalu, jika begitu apakah semua masalah yang ada di INDONESIA ku ini akan selesai? Tidak, wahai saudaraku . .
Untuk itu, ayolah kita intropeksi diri kita masing-masing. Kita refleksikan berbagai bencana alam di indonesia ini dengan apa yang sudah kita perbuat. Jika kita bertanggung jawab dengan apa yang kita kerjakan, pasti balasannya bukan hanya kasat mata saja, tetapi sudah ada balasan yang besar menunggu disana.
Saya hanya dapat mengucapkan turut berbela sungkawa kepada segenap keluarga korban letusan gunung merapi 26 Oktober 2010, Inalillahi wa innaillaihi raji’un . . Semoga akan muncul “mbah maridjan – mbah maridjan” baru yang total dalam menjalankan amanah yang di embannya, amin.
Sumber: My own Experience
Sumber: My own Experience
4 komentar
Aku tunggu artikel barunya :)
BalasHapusMakasi gan. tunggu aja ya . butuh sesuatu buat "hidup kembali" nih .
BalasHapussetau yang aku dengar dari tv, beliau jadi ogah di foto sejak syuting iklan bareng artis (perempuan). Nah, istri beliau jeolusy sendiri, beliau ga mau istrinya gitu lagi. Jadi deh dia yg seperti sekarang.
BalasHapusawalnya aku kira yang namanya 'juru kunci' : menyelamatkan diri setelah warga-warga semua turun. Ternyata kata HB X, 'juru kunci' hanya merupakan para pemimpin upacara-upacara ritual gitu. Mbah Maridjan beneran orang yang hebat deh :D
maaf kebanyakan. tulisannya ditunggu lho bro :)
@nadeshiko: gapapa kok, malah bagus ! hoho
BalasHapus